Klinik Taris Medika. Diberdayakan oleh Blogger.

Chlorohexidine sebagai desifektan paska preparasi kavitas

Greene Vardiman Black atau lebih dikenal dengan GV. Black adalah bapak kedokteran gigi modern. Salah satu konsep yang digagas beliau adalah prinsip-prinsip preparasi kavitas, dan salah satunya adalah kebersihan kavitas paska preparasi, yang disebut juga “toilet of the cavity”. Prinsip yang menjadi akhir dari rangkaian preparasi kavitas ini meliputi beberapa hal yang diantaranya adalah membersihkan akumulasi debris. Debris yang perlu perhatian adalah debris lembut. Debris lembut biasanya tetap terselip pada beberapa bagian sempit dari dinding kavitas hasil preparasi. Kasus tersebut dapat diatasi dengan menggunakan ujung sonde sehingga debris dapat terbebas dan mudah dibersihkan. Langkah berikutnya adalah inspeksi terhadap adanya dentin yang terinfeksi, dentin yang dibiarkan dapat beresiko pada kegagalan tumpatan yang berkaitan dengan karies sekunder.
Kenyataan tersebut telah memunculkan upaya desinfeksi kavitas pasca preparasi dengan vahan desinfektan. Salah satunya chlorohexidin (CHX). Kesuksesan resin komposit sangat tergantung dari hilangnya jaringan keras yang terinfeksi serta terciptanya perlindungan optimal untuk dentin dari lingkungan rongga mulut sehingga dapat mencegah terjadinya paparan mikoorganisme dan kemungkinan adanya perkembangan karies baru. Vahan adhesi telah dikembangakan sedemikan rupa untuk mrngurangi efek pengerutan pasca polimerasi yang berujung pada terjadinya kebocoran mikro. Pengerutan pasca adalah masalah umum terjadi pada resin komposit aktivitas sinar. Pengerutan tersebut akan sedemikian buruk apabila terdapat mikroorganisme yang tertinggal pasca preparasi dan berada dibawah tumpatan yang dapat berkembang menjadi karies sekunder.
Saat ini, CHX adalah bahan yang umum digunakan dalam upaya desinfeksi kavitas pasca preparasi.menurut Meirs dan Kresin (1996) seperti yang dikutip oleh Pattanaik dan Chanak (2014). CHX efektif menurunkan level S, mutan yang ditemukan pada fisur oklusal dan permukaan akar yang terbuka. Pattanaik dan chanak (2014) juga mengatakan bahwa CHX sebagai cavity cleanser atau pembilas kavitas efektif untuk m,enurunkan risiko karies sekunder dan sensitivitas pasca penumpatan. Selain faktor mikroorganisme sebagai salah satu sebab kegagalan retorasi, lamanya tumpatan bertahan didalam kavitas adalah salah satu indikator kesukse4san restorasi. Terbentuknya hybrid layer yang cukup adalaj kunci keawetan tumpatan adhesive berbasis resin komposit. Terbentuknya hybrid layer yang adekuat adalah hasil dari teknik adhesi, baik dengan metode totaletch mauppun self etch yang dilakukan dengan benar. Beberapa penelitian mengatakan bahwa ada faktor lain dimana dapat menyebabkan degradasi hybrid layer yaitu adanya Matrix Metalloproteinase(MMP).CHX dalam hal ini beraksi sebagai inhibitor dari MMP tersebut , sehingga integritas hybrid layer tetap terjaga.
Desinfeksi kavitas menggunakan CHX tidak bisa lagi di lepaskan dari praktik restorasi modern. Penggunaannya memberikan manfaat yang dapat memaksimalkan keawetan tumpatan khususnya resin komposit aktivasi sinar. Tumpatan awet dan berfungsi optimal berarti besar untuk kepuasan pasien.

SUMBER:                                                                                             

1.        Pattanaik N., Chandak M., 2013, Topic-the effect of three cavity disinfectants (chlorhexidine gluconate-based. Consepsis; benzalkonium chlorite-based,tubulicid red; sodium hypochlorite based-Chlorcid V on the self etch dentine bonding agent (Adeper Easy one,3M ESPE) under SEM, IOSR-JDMS:8(5); p84-89     
2.        Pattanaik N., Chandak M., 2014, Comparative Evaluation of the Effect of Cavity Desinfectants on The Micro Leakage of The Dentine Bonding System – An In Vitro Study,Indian J Appl Res:4 (9); p369-73
3.        Ingla M., Agarwal V., Kumar N., 2011, Effect of chlorohexidine cavity disinfection on microleakage in cavities restored with composite using a self-etching single bottle adhesive, J Conserv Dent; 14(4): 374-377.
4.        Hasan A. M., Goda.A. A., Baroudi K., 2014, The Effect of Different Disinfecting Agents on Bond Strength Of Resin Composites, In J Dent. http;//dx.doi.org/10.1155/2014/231235.

Text : drg. Dimas Cahya Saputra, Sp.KG

  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dental Whitening bagian 1

Tren perawatan gigi di era modern semakin bergeser kearah estetik. Salah satu upaya esetetik yang sangat diminati adalah dental whitening atau pemutihan gigi. Dental whitening memiliki beberapa keuntungan, salah satunya adalah perawatan yang tidak invasif. Proses yang terjadi bersifat mikropis sehingga tidak mengurangi jaringan keras gigi. Artikel ini akan terfokus pada whitening untuk mengatasi diskolorasi atau perubahan warna gigi yang disebabkan oleh penyebab eksternal, seperti konsumsi minuman berwarna (teh, kopi) dan kebiasaan merokok.

Menurut sebuah penelitian, zat berwarna yan terkandung di dalam minuman teh dan kopi terjadinya perubahan warna pada gigi. Asap rokok bagi yang biasa merokok memiliki pigmen berwarna kuning yang dapat juga menyebabkan pewarnaan pada gigi. Sifat lengket dari bahan kimia yang terkandung di dalam rokok juga dapat semakin meningkat lama paparan substansi berwarna pada permukaan gigi. Permukaan tertular gigi yang email sebenarnya memiliki semacam celah yang disebut dengan celah interprismatis yang terbentuk dari susunan alami dari prisma email.
Gigi yang putih cemerlang adalah cerminan diri mereka yang modern. Oleh sebab itu mendapatkan gigi yang putih dan cermerlang adalah sebuah keharusan. Biasanya yang timbul adalah masalah keamanan bahan pemutih gigi. Untuk dokter gigi sendiri telah mengetahui bagaimana sebenarnya “aksi” dari bahan kimia pemutih gigi tersebut. Bahan pemutih gigi terutama yang diaplikasikan dokter gigi di klinik gigi menggunakan bahan hydrogen peroksida atau turunannya, yaitu karbamid peroksida. Perbedaan yang mendasar dari kedua bahan ini adalh kosentrasinya, dimana karbamid peroksida hanay mengandung sepertiga kosentrasinya hydrogen peroksida.
Didalam rongga mulut terdapat enzim seperti katalase dan peroksidase yang akan mendekomposisi hydrogen peroksida dengan cepat menjadi komponen yang tidak berbahaya.dengan demikian maka penggunaan vahan pemutih gigi dapt dikategorikan aman apabila diginakan dengan benar dan dilakukan oleh dokter gigi yang berkompeten di bidangnya.

Kekhawatiran mengenai efek bahan pemutih gigi pada kekerasan mikro email juga belum dapat dibutikan. pH kritis yang dapat menimbulkan efek demineralisasi email adalah 5,5 sedangkan bahan hydrogen peroksida memiliki pH 6,5-7 sehingga relatif aman dan tidak menimbulkan efek demineralisasi email. Demikian juga terhadap efek pulpa secara histologist menimbulkan efek inflamasi ringan namun bersifat reversibel.
Produk dengan kosentrasi tinggi hanya dapat dilakukan dengan supervisi ketat dari dokter gigi yang telah mendapatkan pelatihan menyeluruh mengenai prosedur pemutihan gigi. Produk dengan kosentrasi hydrogen peroksida yang tinggi (35% - 40%) hanya dapat dilakukan di dalam klinik gigi atau lebih dikenal dengan in office dental whitening. Produk dengan kosentrasi rendah misalnya karbamid peroksida 10% dapat digunakan di rumah (at home bleaching) walaupun tetap dalam supervise dari dokter gigi serta membutuhkan proses yang c ukup memakan waktu ( 6 bulan – 9 bulan).

Proses pemutihan gigi yang melibatkan bahan hydrogen peroksida pada intinya adalaah proses degradasi molekul yang tinggi. Molekul yang tinggi tersebut memantulkan warna dengan panjang gelombang tertentu yang akan tampak sebagai pewarna pada gigi. Hasilnya adalh molekul yang relatif lebih rendah sehingga memantulkan warna yan lebih terang. Perubahan warna baik pada email dan dentin tersebut sebagai hasil dari lewatnya peroksida melalui struktur email dan gigi, yaitu melewati celah interprimatis kemuadioan terjadi reaksi antara radikal bebas dengan molekul-molekul organic. Reaksi tersebut akan memecah molekul organic menjadi lebih kecil dan hasilnya akan membuat warna gigi menjadi lebih terang.

sumber : majalah dental & dental ( drg. Dimas Cahya Saputra, Sp.KG)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Penyakit Mulut


Suatu Ilmu Kedoktern Gigi yang mempelajari penyakit disekitar Jaringan Lunak dan mulut (Mukosa dan sub mukosa). Penyakit disekitar pipi dalam, bibir, lidah, langit2 dipelajari dokter gigi.

Banyak pasien dengan keluhan sariawan yang sering hingga mengganggu periksa ke dokter umum, kurang mengetahui bahwa dokter gigi sangat lah menguasai tentang hal2 seperti kasus diatas. Jika terjadi seperti sariawan yang tidak berkesudahan anda bila berkonsultasi ke dokter gigi terutama dokter gigi spesialis penyakit mulut atau oral medicine untuk mendapatkan terapi yg lebih tepat.


Berikut contoh penyakit mulut yg biasa ditangani oleh dokter gigi terutama spesialis penyakit mulut atau oral medicine





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dokter Gigi


Dokter Gigi adalah suatu profesi professional dimana ruang lingkupnya tidak hanya seputar gigi tapi gigi dan mulut. Ilmu Kedokteran Gigi adalah suatu ilmu yang mempelajari gigi dan mulut.

Ilmu Kedokteran GIgi mempelajari seputar gigi yaitu gigi dan jaringan penyangga gigi, dan juga mempelajari jaringan yg berada dalam mulut misal lidah, langit, tenggorokkan dan sebagai nya.

Beberapa bidang yang masih termasuk lingkup dokter gigi
1.       Penyakit Mulut / Oral Medicine
2.       Periodonti
3.       Bedah Mulut
4.       Konservasi
5.       Prostodonti
6.       Orthodonti
7.       Pedodonti
8.       Radiologi gigi

Beberapa ruang lingkup diatas ada spesialis nya. Jadi Dokter Gigi pun ada spesialisnya
Ringkasan umum tentang Kedokteran GIgi ini semoga bermanfaat

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS